Pengantar dan Sejarahnya Sebelum Masehi
Seringkali kita mendengar hal-hal berikut ini, “Caranya nyelesein ini, pake logika donk...”,”cinta ini kadang-kadang tak ada logika”, “aduuhhh....logikaku ga jalan ni...” Itu artinya kata “logika” sudah cukup familiar di kalangan kita... Mari kenalilah lebih dalam mengenai logika...
Logika itu sangat penting dalam khidupan sehari-hari, ini berkaitan dengan kemampuan kita bernalar. Beruntunglah kita sebagai manusia diberikan kemampuan penalaran..Jadi pada dasarnya, semua manusia itu secara tidak sadar pasti menggunakan logikanya dalam menjalani kehidupan.
Nah, Logika berasal dari kata Yunani kuno λ?γος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. (Nah, istilah logis tuh biasa kita dengar bukan, kalau ada sesuatu yang janggal umunya kita mengatakan bahwa itu tidak logis).
Nah, Logika berasal dari kata Yunani kuno λ?γος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. (Nah, istilah logis tuh biasa kita dengar bukan, kalau ada sesuatu yang janggal umunya kita mengatakan bahwa itu tidak logis).
Selain definisi di atas logika juga sering disebut sebagai “jembatan penghubung” antar filsafat dan ilmu yang artinya teori tentang penyimpulan yang sah. Nah, penyimpulan yang sah ini sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga mampu dilacak kembali yang sekaligus juga benar. (wah-wah, banyak banget kan keuntungan kalau kita mempelajari lebih dalam mengenai logika, bisa lebih bijak nii...)
Logika bisa juga didefinisikan sebagai teori penyimpulan yang berlandaskan pada suatu konsep. Dia bisa dinyatakan dalam bentuk kata, istilah, maupun himpunan. Itulah sebabnya dalam psikotes atau tes IQ pasti ada bagian tes yang menguji kemampuan penalaran. Jadi dia mengukur seberapa dalam dan hebatkah kita menggunakan kemampuan penalaran ini...
Ok, cukup dengan intermeso nya, sekarang mari kita menuju zaman sebelum masehi (saya kagum sekali dengan orang-orang dulu, mereka memecahkan rahasia alam dan kemudian mewariskannya kepada kita ^.^, jadi kita bisa menikmati sgala penemuan yg ada berkat mreka...)
- Thales (624 SM – 548 SM)
Dialah filsuf Yunani pertama yg meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol belaka dan berpaling pada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta (saya paling suka ini...memecahkan rahasia alam, dan mencoba menebak jalan pikiran semesta). Yang paling terkenal dalam penalarannya adalah Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu juga, Thales telah mengenalkan logika induktif.
- Socrates (470 SM - 399 SM)
Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Socrates adalah yang mengajar Plato, dan Plato pada gilirannya juga mengajar Aristoteles. Peninggalan pemikiran Socrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran pengetahuan hakiki melalui penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para filsuf selanjutnya. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan sebagai jasa dari Socrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian hari.
- Plato (427 SM – 548 SM)
- Aristoteles (384 SM – 322 SM)
Wah, sepertinya saya akan bercerita banyak di sini...kebanyakan teori logika yang kita kenal berasal dari pemikiran Aristoteles dan logika model ini merupakan logika Aristoteles... daialh yang mengenalkan logika sebagai ilmu (logica scientia) Nah, saat Thales tadi mengemukakan air adalah arkhe alam semesta yang berarti air adalah jiwa sesuatu, Aristoteles menyimpulkan:
Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
Air jugalah uap
Air jugalah es
Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica (Logika Formal), yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.
Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles (384-322 SM), sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika ”. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama Organon, terdiri atas enam bagian.
Buku Aristoteles berjudul Organon (alat) berjumlah enam, yaitu:
1. Categoriae menguraikan pengertian-pengertian2. De interpretatione tentang keputusan-keputusan
3. Analytica Posteriora tentang pembuktian.
4. Analytica Priora tentang Silogisme.
5. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
6. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Karya Aristoteles tentang logika dalam buku Organon dikenal di dunia barat selengkapnya ialah sesudah berlangsung penyalinan-penyalinan yang sangat luas dari sekian banyak ahli pikir Islam ke dalam bahasa Latin. Penyalinan-penyalinan yang luas itu membukakan masa dunia barat kembali akan alam pikiran grik tua.
Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal (formal logic). Analytic adalah ilmu logika yang berdasarkan pada premis-premis yang diasumsikan benar. Salah satu konsep dasar dari logika Aristoteles adalah silogisme. "A discourse in which, certain things being stated, something other than what is stated follows of necessity from their being so."
Logika formal adalah sebuah ilmu-pengetahuan besar tentang sistim proses berfikir. Logika formal merupakan hasil karya filasat zaman yunani kuno. Pemikir-pemikir Yunani kuno awal lah yang menemukan metode berpikir. Pemikir Yunani kuno, seperti Aristoteles, mengumpulkan, mengkelasifikasikan, mengkritik dan mensistimasikan hasil-hasil positif dari berbagai pemikiran dan membangun sebuah sistim berfikir yang disebut logika formal. Euklides melakukan hal yang sama untuk dasar-dasar geoemetri; Archimides untuk dasar-dasar mekanika; Ptolomeus dan Alexandria kemudian menemukan astronomi dan geografi; dan Galen untuk anatomi.
Logika Aristoteles mempengaruhi cara berfikir umat manusia selama dua ribu tahun. Logika jenis ini merupakan empat jenis aturan penalaran atau yang disebut juga penalaran silogistik. Adapun empat jenis penalarannya yakni:
- Semua A adalah B
- Tidak A adalah B
- Beberapa A adalah B
- Beberapa A adalah tidak B
Dia juga mengembangkan aturan untuk pembuatan alasan berantai yang jika diikuti tidak akan pernah menghasilkan simpulan yang salah bila premis–premisnya benar. Yang masuk akal, rangkaian–rangkaian dasar adalah silogisme. Silogisme adalah pasangan dalil yang digabungkan akan memberikan suatu simpulan yang baru. Contohnya, “Semua manusia akan mati” dan “Semua orang Yunani adalah manusia” menghasilkan simpulan yang logis yaitu “Semua orang Yunani akan mati”.
Cara pikir tersebut tidak memiliki lawan sampai kemudian ditantang, dijatuhkan dan menjadi ketinggalan zaman oleh dan karena dialektika, sebuah sistim besar kedua dalam ilmu cara berfikir. Dialektika merupakan hasil dari gerakan ilmu-pengetahuan revolusioner selama seabad, yang dilakukan oleh pekerja-pekerja intelektual. Berbeda dengan logika klasik atau yang juga dikenal dengan istilah analitika, dialektika berawal dari proposisi-proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Ide dasar dialektika sudah dicetuskan oleh Aristoteles dalam Organon-nya. Ia menyebutkan sepuluh kategori yang membangun penalaran atau logika dialektika, yaitu : substansi, kuantitas, kualitas, relasi, tempat, waktu, posisi, keadaan, aksi, dan keinginan. Sebagaimana Heraclitus mengatakan “everything flows”.
- Theophrastus (370 SM - 288 SM)
Murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika. Theoprastus memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa.
Pengantar dan Sejarahnya Sesudah Masehi
Setelah mengalami berbagai pengembangan, inilah sepak terjang logika di zaman setelah masehi....Logika mulai dicetuskan sebagai bagian dari ilmu pengetahuan untuk mempelajari hal di dunia ini yang sebelumnya dikuasai oleh takhayul, mitos, dan kepercayaan belaka.. berikut beberapa ahli yang ikut ambil bagian dari perkembangan logika...
Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus (200 M), dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut eisagoge, yakni sebagai pengantar categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi.
Boethius (480-524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar- komentarnya. Johanes Damascenus (674 - 749) menerbitkan Fons Scienteae.
Tokoh logika pada zaman Islam adalah Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa grik tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.
Pada abad pertengahan yakni abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan. Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika. Maka lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:
- Petrus Hispanus (1210 - 1278) menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama Summulae.
- Roger Bacon (1214-1292)
- Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.
- William Ocham (1295 - 1349)
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632 - 1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding.
Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. Ia juga melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan kepada penggunaan sistem induksi. Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis.
Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antar term yang terkenal dengan sebutan circle-Euler.
John Stuart Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic. Pada tahun 1843 mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem induksi, terkenal dengan sebutan four methods.
Logika formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan logika-simbolik. dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:
- Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian. Ia juga merupakan pelopor logika simbolik
- George Boole (1815-1864) bersama Augustus de Morgan, ia mengembangkan logika simbolik. Boole secara sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi.
- John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.
- Gottlob Frege (1848 - 1925)
Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University, melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs).
Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970). Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik.
Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain.
(Thanks buat Anggelina Widya)
Next...Sistematisasi Logika.
Semoga bermanfaat!
No comments:
Post a Comment